Ulasan Sotoy Album Ali - Malaka

Pada edisi ulasan sotoy pertama ini, izinkan saya sebagai seorang mahasiswa yang tidak terlalu menguasai ilmu bermusik ini mengulas album milik Ali bertajuk Malaka. Saya akan membagikan narasi sotoy saya mengenai beberapa lagu yang ada di album ini namun dengan anabel (analisa gembel) tentunya hehe. Tanpa berlama-lama lagi, waktu dan tempat kalian persilakan, yuk mari cekidot.

Jika diingat kembali, saya lumayan mengikuti sepak terjang Ali, bahkan sebelum mereka meluncurkan single perdananya di tahun 2021 silam. Sebagai pendengar, saya juga turut mengeksplor referensi musik Ali yang kental akan nuansa Timur Tengah yang termuat dalam playlist buatan mereka sebelum merilis single debutnya. Kontribusi Coki dalam trio ini sebagai penabuh drum yang beraliran funk/soul, dengan latar belakangnya sebagai bassist dan vokalis dari unit rock Jakarta, Kelompok Penerbang Roket, menjadi setitik rasa penasaran saya pada musik yang akan diciptakan Ali saat awal kemunculannya. 

Setelah melewati beberapa pelepasan single seperti "Dance, Habibi" pada tahun 2021 dan beberapa single di tahun-tahun setelahnya, Ali seolah sampai pada tujuannya yakni pengeksplorasian musik Timur Tengah yang notabene jarang di Indonesia, yang terkompilasi lewat peluncuran debut albumnya bertajuk Malaka

Album ini merupakan bentuk upaya Ali dalam menggabungkan nuansa musik Timur Tengah dengan musik rock Indonesia tahun 70an, cinematic soul, disco, funk. Sekaligus menjadi ikhtiar mereka untuk menciptakan alur musik yang baru di kancah nasional. Album yang dirilis tanggal 5 Mei kemarin ini, seakan menjadi penanda resminya Ali sebagai pelopor musik funk/soul bernuansa Timur Tengah di Indonesia. 

Dalam penggarapan Malaka, Ali melibatkan beberapa pihak serta kerabat untuk mewujudkan karyanya. Seperti Yosaviano Santoso & Jonathan Pardede sebagai sound engineerMoko Aguswan & Mike Grinser dalam pengerjaan mastering, juga Viki Vikranta yang merupakan kawan Coki di KPR turut terlibat dalam proses mixing. Untuk fotografi sekaligus pengerjaan artwork, Ali masih mempercayakan fotografer asal Australia, Michael Tartaglia yang telah berkontribusi sejak single pertama.

Lanjut ke materi album, penempatan "Dance, Habibi" dan "Malaka" di urutan awal merupakan langkah yang tepat. Keduanya berhasil memberikan awalan yang gembira dengan riff gitar yang identik dengan Arabian groove. Teknik pukulan ghost note yang diisi Coki pada track pertama menambah hasrat untuk berjoget atau sekadar menganggukan kepala. 

Transisi tempo di antara kedua track juga menjadi sorotan saya karena terbilang kontras. Jika pada "Dance, Habibi" mereka memainkannya dengan tempo yang standar. maka dalam "Malaka" Ali menyuguhkan suasana yang enerjik dengan tempo drum dan ritme yang lumayan intens. Sebagai seorang yang awam di genre ini, formula tersebut berhasil membuat saya penasaran dengan track selanjutnya.

Berbeda dengan dua track sebelumnya, "Equator" cenderung memainkan ritme yang simpel dengan permainan efek pedal gitar wah yang membuat lagu ini terdengar funk layaknya solo gitar Tom Morello di lagu Killing In The Name.

Loncat ke track lima yang sejak intro menyajikan nuansa ketenangan, di album Malaka ini Ali seolah mengajak pendengar untuk merasakan suasana pantai dengan pikiran yang tenang. Seperti penambahan efek suara deburan ombak di intro "Shoreline Transit" yang membuat kita percaya bahwa sebuah lagu secara organik dapat meningkatkan suasana hati. 

Masuk ke empat nomor terakhir di album ini yang seluruhnya merupakan materi anyar dari Ali setelah dua nomor sebelumnya yang lebih dulu rilis sebagai single lepasan. "South East" menjadi pembeda dengan jeritan bassline yang bersahutan dengan ketukan perkusi yang diisi Ayla Adjie, seolah mengajak pendengar untuk berjoget tipis diiringi musik samba.

Sementara pada "Tangerine" dan track penutup "Grand Voyage", saya tidak menemukan perbedaan yang signifikan. Efek suara gitar yang mengawang khas musik psychedelic membuktikan terselipnya unsur ekualitas pada masing-masing lagu.

Bukan praktis sebagai penikmat musik funk/soul terlebih dengan nuansa Timur Tengah, namun album Malaka mampu menggugah saya untuk mengeksplor musik tersebut lebih dalam. Pada akhirnya, secara keseluruhan Ali mampu menghasilkan materi yang padat lewat suara yang tidak begitu 'riweuh'. Komposisi antar instrumen pada masing-masing track juga cukup memuaskan telinga saya yang telah menantikan album ini sejak lama. 

Beberapa kali memutar Malaka untuk menulis ulasan ini, lagi-lagi Ali berhasil menggugah saya untuk tidak hanya mendengarkan album perdana ini lewat layanan streaming, yang untuk sekarang hanya tersedia di bandcamp. Berhubung mereka juga mencetak versi format vinyl yang akan diluncurkan dalam waktu dekat, dan gambar inner sleeve yang ciamik juga sudah dispoiler di akun instagram mereka, bukan ide yang buruk jika menyisihkan sisa rupiah untuk 'membokul' album ini. *Brb siap-siap buat war!


Penulis: Irvine Althaf

Posting Komentar

0 Komentar